Hukum tentang Perseroan Terbatas di Indonesia
Kembali lagi bersama saya Ferdiansyah
Putra Manggala, S.H., M.H. sebagai penulis dalam blog saya yang berjudul ilmu
hukum. Pada tulisan saya kali ini saya hendak membahas mengenai hukum tentang
PT atau yang sering disebut dengan Perseroan Terbatas yang terdapat di
Indonesia.
Pada
hukum perusahaan Inggris PT dikenal dengan istilah Limited Company. Company memberikan
makna bahwa lembaga usaha yang dilaksanakan atau diselenggarakan itu tidak
seorang diri, melainkan atas beberapa orang yang tergabung atas suatu badan. Limited menunjukkan terbatasnya tanggung
jawab pemegang saham, dalam arti bertanggung jawab tidak lebih semata-mata
dengan harta kekayaan yang terhimpun dalam badan hukum tersebut. Dengan kata
lain hukum Inggris lebih menampilkan segi tanggung jawabnya.[1]
Istilah
perseroan terbatas terdiri atas dua kata, yaitu Perseroan dan Terbatas.
Perseroan merujuk pada modal PT yang terdiri atas sero-sero atau saham-saham.
Adapun kata terbatas merujuk pada tanggung jawab pemegang saham yang luasnya
hanya terbatas pada nilai nominal semua pemegang saham yang dimiliknya.[2]
Pasal
1 Undang-Undang No 4 Tahun 2007 tentang Peseroan Terbatas selanjutnya disebut
dengan Undang-Undang PT menjelaskan yang disebut dengan perseroan adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan dengan modal besar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
Suatu
perseoran terbatas sebagai perusahaan bisnis sedikitnya memiliki lima
karakterisktik struktural diantaranya pertama badan hukum, kedua tanggung jawab
terbatas, ketiga saham dapat dialihkan, keempat manajemen terpusat, kelima
pemilikan saham oleh pemasok modal.
Tentang
pendirian Perseroan Terbatas pasal 7 ayat 1 Undang-Undang PT menjelaskan bahwa
perseroan terbatas didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang
dibuat dalam bahasa Indonesia.
Terdapat
penegasan dalam kalimat tersebut kata “sekurang-kurangnya harus dua orang atau
lebih” disebabkan karena dalam mendirikan suatu perseroan harus didasarkan pada
perjanjian. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih sehingga berdasar uraian
tersebut dapat diambil pengertian bahwa tidak mungkin pendirian Perseroan
Terbatas hanya dibuat oleh satu orang saja.
Kata “orang” berdasarkan uraian di
atas apakah hanya “orang” atau “manusia” yang dapat mendirikan Perseroan
Terbatas. Ternyata dalam Undang-Undang PT kata “orang” harus dipandang sebagai
subyek hukum dalam arti luas. “Orang” adalah orang perorangan atau badan hukum.
Jadi dimungkinkan dalam mendirikan Perseroan Terbatas, badan hukum dapat
melakukan perjanjian sehingga tampil sebagai pendiri perseroan.[3]
Perjanjian
pendirian Perseroan Terbatas diperlukan akta Notaris karena akta yang demikian
merupakan akta otentik. Dalam hukum pembuktian, akta otentik dipandang sebagai
suatu alat bukti yang mengikat dan sempurna.[4]
Berdasar uraian tersebut dapat diambil pengertian bahwa apa yang ditulis dalam
akta tersebut harus dipercaya kebenarannya dan tidak memerlukan alat bukti
lain. Apabila pengajuannya bukan akta Notaris maka permohonan pengesahan akta
pendirian Perseroan Terbatas dapat ditolak oleh Kementrian Hukum dan HAM dan
berakibat Perseroan Terbatas tersebut tidak berbadan hukum.
Status
badan hukum perseroan akan mempengaruhi tanggung jawab Perseroan Terbatas
tersebut dalam melakukan tindakan. Terhadap kerugian yang diderita oleh
Perseroan Terbatas berakibat para pemegang sahab bertanggung jawab terbatas
sebesar saham yang dimasukkan. Seperti ketentuan dalam Kitab Undang Undang
Hukum Dagang selanjutnya disebut KUHD, Undang-Undang PT juga mewajibkan
dilaksanakannya pendaftaran dan pengumuman perseroan. Kewajiban pendaftaran dan
pengumuman Perseroan Terbatas tersebut diselenggarakan oleh menteri sesuai
dengan ketentuan Pasal 29 dan Pasal 30 Undang-Undang PT. Pegumuman oleh Menteri
Hukum dan HAM dilakukan dalam waktu paling lambat empat belas hari terhitung
sejak tanggal ditebitkannya keputusan menteri atau sejak diterimanya pemberi
tahuan.
Setelah
mendapatkan pengesahan selanjutnya akta pendirian dan surat pengesahan dari
Menteri Hukum dan HAM tersebut wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan dalam
waktu paling lambat 30 hari setelah pengesahan. Daftar perusahaan yang dimaksud
adalah daftar catatan resmi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Apabila
Perseroan Terbatas sudah berdiiri dan sudah di daftarkan hendaknya memiliki
Anggaran Dasar selanjutnya disingkat AD. AD merupakan bagian dari akta
pendirian Perseoran Terbatas. AD memuat aturan main dalam perseroan yang
menentukan setiap hak dan kewajiban dari pihak-pihak dalam AD, baik perseroan
itu sendiri, pemegang saham, dewan komisaris, maupun pengurus atau direksi
Perseroan Terbatas tersebut. Hal ini diperkuat dengan adanya ketentuan Pasal 18
Undang-Undang PT yang menyatakan bahwa perseroan harus mempunyai maksud dan
tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam AD Perseroan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. AD Perseroan terbatas tidak dibolehkan
memuat ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas sama, dan ketentuan tentang
pemberian manfaat pribadi kepada pendirin atau pihak lain.
Setelah
mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM maka Perseroan Terbatas telah
sah sebagai badan hukum dan menjadi dirinya sendiri serta dapat melakukan
perjanjian-perjanjian dan kekayaan perseroan terpisah dari kekayaan pemiliknya.
Sejak
sebuah Perseroan Terbatas berstatus sebagai badan hukum maka sejak saat itu
hukum memperlakukan pemegang saham dan pengurus atau direksi terpisah dari
Perseroan Terbatas itu sendiri yang dikenal dengan istilah separate legal personality yaitu sebagai individu yang berdiri
sendiri. Dengan demikian pemegang saham yang tidak mempunyai kepentingan dalam
kekayaan Perseroan Terbatas, juga tidak bertanggung jawab atas utang-utang
perusahaan atau Perseroan Terbatas.[5]
Sebagai
badan hukum Perseroan Terbatas mempunyai prinsip bahwa segala hak dan kewajiban
yang dapat dimiliki oleh setiap orang-perorangan dengan pengecualian hal-hal
yang bersifat pribadi yang hanya mungkin dilaksanakan oleh orang-perorangan yang
dalam hubungan tertentu dengan Perseroan Terbatas itu sendiri.
Mengenai
modal dalam Undang-Undang PT Pasal 31 menjelaskan bahwa modal perseroan terdiri
atas seluruh nilai nominal saham. Ketentuna tersebut tidaklah berlaku mutlak
karena tidak menutup kemungkinan peraturan pasar modal mengatur modal Perseroan
Terbatas yang terdiri atas saham tanpa nilai nominal.
Pasal
32 dan Pasal 34 Undang-Undang PT menjelaskan bahwa modal Perseroan Terbatas
terdiri dari tiga jenis. Pertama
Modal dasar merupakan modal yang disebutkan dalam Anggaran Dasar Perseroan
Terbatas, paling sedikit Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah. Kedua Modal ditempatkan adalah jumlah
modal yang telah diambil baik oleh pendiri maupun orang lain dan karenanya
telah terjual tetapi harga belum dibayar secara penuh. Modal ditempatkan paling
sedikit 25% dari modal perseroan, dimana modal ini harus ditempatkan dan
disetor penuh. Ketiga Modal disetor
adalah modal yang telah diambil (baik oleh pendiri maupun orang lain) dan harga
sahamnya telah disetor ke kas perseorang. Dengan kata lain modal disetor adalah
modal yang benar-benar riil dari kas perseroan. Modal disetor ini berjumlah 25%
dari modal dasar.
Perseroan
Terbatas memiliki alat yang disebut dengan organ perseroan yang gunanya untuk
menggerakkan perseroan agar badan hukum dapat berjalan sesuai dengan tujuannya.
Organ Perseroan Terbatas terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),
Direksi, dan Dewan Komisaris.
Pasal
1 angka 4 Undang-Undang PT menjelaskan yang dimaksud dengan RUPS adalah organ
perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau
dewan komisaris dalam batas waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang PT atau
AD.
Menurut
Abdulkadir Muhammad wewenang eksklusif RUPS ditetapkan dalam Undang-Undang PT
tidak dapat ditiadakan selama tidak ada perubahan undang-undang, sedangkan
wewenang ekslusif dalam AD semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan
dan disetujui Menteri Hukum dan HAM yang dapat diubah melalui AD sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang.[6]
Berdasarkan
uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa RUPS memutuskan hal-hal penting
mengenai kebijakan suatu perseroan yang tidak terbatas pada pengangkatan atau
pemberhentian komisari dan direksi saja. Wewenang RUPS tersebut terwujud dalam
bentuk jumlah suara yang dikeluarkan dalam rapat. Hak suara dalam RUPS dapat
digunakan untuk berbagi maksud dan tujuan seperti, rencana penjualan aset dan
pemberian jaminan utang, menyutujui laporan keuangan yang disampaikan oleh
direksi, pertanggungjawaban direksi, rencana penggabungan, peleburan,
pengambilalihan dan rencana pembubaran perseroan. Tentang wewenang RUPS
tercantum dalam Undang-Undang PT.
Selanjutnya
mengenai dewan komisaris, dewan komisaris merupakan konsep hukum yang berasal
dari hukum jerman serupa dengan hukum di negara-nergara yang menganut sistem
hukum eropa kontinental lainnya. Dalam bahasa Belanda Dewan Komisaris disebut
dengan Raad Van Commissarisen,
sedangkan dalam bahasa Inggris Dewan Komisaris sering disebut Boar of Supervisory Directors atau Boar of Director. [7]
Pasal
1 angka 6 Undang-Undang PT memberikan pengertian bahwa Dewan Komisaris adalah
organ perseroan yang bertugas melaksanakan pengawasan secara umum dan/atau
khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
Menurut
Munir Fuady pengertian komisaris adalah suatu organ perusahaan disamping organ
perusahaan lainnya, yang mengawasi pelaksanaan tugas direksi dan jalannya
perusahaan pada umumnya, serta memberikan nasihat-nasihat kepada direksi maupun
kepadan pemegang saham/ RUPS baik jika diminta ataupun tidak diminta.[8]
Persyaratan
menjadi anggota dewan komisaris tercantum dalam Pasal 110 Undang-Undan PT yang
menyatakan anggota Dewan Komisaris adalah orang perorangan yang cakap melakukan
perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi
atau anggota Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan
dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak
pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu lima tahun sebelum
pengangkatan.
Pada
prinsipnya tugas komisaris adalah mengadakan pengawasan. Oleh karena itu Dewan
Komisaris dapat disebut dewan pengawas. Fungsi pengawas dari Dewan Komisaris
diwujudkan dalam dua level yaitu level
performance dan level conformance.[9]
Fungsi
pengawasan komisaris level performance
adalah fungsi pengawasan dimana komisaris tersebut memberikan pengarahan dan
petunjuk kepada direksi perusahaan dan RUPS. Sedangkan yang dimaksud dengan
pengawasan komisaris level conformance adalah
berupa pelaksanaan kegiatan melaksanakan selanjutnya agar dipatuhi dan
dilaksanakan, baik terhadap pengarahan dan petunjuk yang telah diberikan
tersebut terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku.[10]
Pasal
1 angka 5 Undang-Undang PT memberikan pengertian mengenai direksi yang
menyatakan bahwa Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung
jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai
dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam
maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Berdasar
uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa direksi juga dapat diartikan
sebagai keseluruhan direktur-direktur yang biasanya terbagi atas beberapa
direktur bidang tertentu dan seorang direktur utama.
Direksi
ini dipilih dan diberhentikan oleh RUPS dan karenanya tugas pengurusan
perseroan harus dipertanggung jawabkan kepada RUPS. Direksi kedudukannya
sebagai eksekutif dalam perseroan, direksi merupakan organ perseroan yang
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, mewakili perseroan baik di
dalam maupun di luar pengadilan berdasarkan anggaran dasar, atau dengan kata
lain tindakan direksi dibatasi oleh anggaran dasar perseroan.[11]
Berdasar
uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa tanggung jawab direksi pada
dasarnya beriringan dengan keberadaan, tugas, wewenang, hak, dan kewajiban yang
melekat pada direksi itu sendiri. Kewenangan merupakan hal yang tidak dapat
berdiri sendiri, kewenangan selalu beriringan denang kewajiban yang menjadi
tanggung jawabnya. Kewenangan direksi pun juga demikian akan selalu beriringan
dengan tanggung jawab selaku direksi yang berwenang mengurus Perseroan Terbatas
tersebut sesuai maksud dan tujuan yang tercantum dalam anggaran dasar.
Berdasarkan
kriteria Perseroan Terbatas dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Pertama jenis Perseroan Terbatas
berdasarkan kepemilikannya dapat menjadi 3 yaitu Perseroan Terbatas Milik
Swasta, Perseroan Terbatas Milik Negara, Perseroan Terbatas Campuran dimana
modalnya berasal dari unsur negara dan swasta. Kedua jenis Perseroan Terbatas berdasarkan laba kepemilikan dapat
dibagi menjadi dua yaitu Perseroan Terbatas Terbuka, dan Perseroan Terbatas
Tertutup. Ketiga jenis Perseroan
Terbatas berdasarkan jaringan usaha yang dikembangkan dapat dibagi menjadi dua
yaitu Perseroan Terbatas yang bersifat Nasional, dab Perseroan Terbatas yang
bersifat Multinasional.
[1]
Rudi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas,
(Citra Aditya Bakti: Bandung, 1996), hlm 43.
[2]
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum,
(Jurnal Hukum Bisnis: Volume 26 Tahun 2007), hlm 5.
[3]
Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, (Djambatan:
Jakarta, 2007), hlm 23.
[4]
Subekti, Hukum Pembuktian, (Pradnya Paramita:
Jakarta, 1978), hlm 27.
[5]
I G Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Mega Poin: Jakarta,
2003), hlm 6.
[6]
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (PT Citra
Aditya Bakti: Bandung, 1999), hlm 76.
[7]
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (PT
Citra Aditya Bakti: Bandung, 2003), hlm 105.
[11]
Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru,
(Djambatan: Jakarta, 1996), hlm 4.
semoga dapat membantu para pembaca sekalian. jangan lupa di comment dan di follow ya
ReplyDelete