Penafsiran Dalam Ilmu Hukum
Suatu
keilmuan pasti di dalamnya terdapat penafsiran-penafsiran salah satu contohnya
dalam ilmu hukum. Penafsiran dalam ilmu hukum disebut dengan hermeneutika oleh
sebab itu ilmu hukum merupakan ilmu yang mempelajari mengenai makna-makna
sesuai yang dikatakan oleh Bernard Arief Sidharta yang menerjemahkan buku JJ
Brugink. Penafsiran ilmu hukum adalah buah pikiran seorang hakim yang tidak
tercantum dalam undang-undang. Namun penafsiran hanya berlaku pada ketentuan
perundang-undangan saja atau hukum positif yang berlaku tidak bisa digunakan
untuk memecahkan masalah.
Hakim
sebagai pelaksana dan sekaligus penegak hukum harus mampu menerapkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan peristiwa hukum yang konkrit atau
yang terjadi. Terdapat 2 (dua) metode penafsiran hukum yaitu yang pertama Metode Penafsiran Hukum (murni) terdiri
atas: Penafsiran Gamatikal, Penafsiran Historis, Penafsiran Sistematis,
Penafsiran Teleologis, dan Penafsiran
Otentik. Kedua yaitu Metode Konstruksi
Hukum terdiri atas: Penafsiran Analogis, Penafsiran A Contrario, dan Penghalusan Hukum. Mengenai penjelasa dari semua
penafsiran yang telah disebutkan diatas akan dijelaskan dibawah ini.
Penafsiran Gramatikal
yaitu penafsiran berdasarkan pada bunyi undang-undang yang dijadikan pedoman
pada arti kata-kata dalam hubungannya satu sama lain dalam kalimat yang dipakai
dalam undang-undang. Penafsiran gramatikal semata-mata hanya berdasarkan arti
kata-kata menurut tata bahasa atau kebiasaan dalam penggunaan sehari-hari.
Penafsiran Historis,
yaitu penafsiran berdasarkan sejarah, baik sejarah terbentuknya undang-undang
(proses pembentukan undang-undang) maupun sejarah hukum (penyelidikan terhadap
maksud pembentuk undang-undang pada waktu membentuk undang-undang tersebut)
dengan menyelidiki asal mula suatu
peraturan dikaitkan dengan suatu sistem hukum yang pernah berlaku atau
sistem hukum asing tertentu.
Penafsiran Sistematis,
yaitu penafsiran yang memperhatikan susunan kata demi kata yang berhubungan
dengan bunyi pasal-pasal yang lain, baik dalam undang-undang itu sendiri maupun
undang-undang yang lain.
Penafsiran Teleologis
(Sosiologis), yaitu suatu penafsiran yang
memperhatikan tentang tujuan undang-undang itu, mengingat kebutuhan masyarakat
selalu berubah-ubah menurut masa ataupun waktu, sedangkan bunyi undang-undang
tetap sama. Maksdunya walaupun suatu undang-undang tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan, akan tetapi apabila undang-undang tersebut masih berlaku maka tetap
dapat diterapkan terhadap kejadian-kejadian atau peristiwa masa kini. Namun
pengertiannya disesuaikan dengan situasi pada saat ketentuan itu diterapkan.
Jadi penerapan undang-undang tersebut disesuaikan dengan situasinya juga.
Penafsiran Otentik,
yaitu penafsiran berdasarkan pada
penjelasan dari kata-kata, istilah, dan pengertian dalam peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh pembuat undang-undang itu sendiri dalam
peraturan perundang undangan yang bersangkutan.
Uraian
diatas merupakan contoh-contoh dan pengertian Metode Penafsiran Hukum (Murni).
Metode Konstruksi Hukum akan dijelaskan pada uraian selanjutnya yang
dijelaskan di bawah ini.
Penafsiran Analogis,
yaitu penafsiran dengan memberi ibarat
(kias) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga
suatu peristiwa yang tidak cocok dengan peraturannya dianggap sesuai dengan
bunyi peraturan itu.
Penafsiran A Contrario,
yaitu penafsiran dengan cara menghadapkan pengertian antara hal yang dihadapi
dengan masalah yang diatur dalam suatu pasal undang-undang. Atau dapat
dikatakan dengan kebalikan dari pasal tersebut.
Penghalusan Hukum,
yaitu merupakan penafsiran dengan cara menyempitkan berlakunya ketentuan
undang-undang, karena jika tidak dilakukan akan terjadi kerugian yang lebih
besar.
Untuk
menyelesaikan perkara yang dihadapkan kepadanya hakim harus memahami kegiatan
dan peristiwa konkrit dalam perkara tersebut, kemudian hakim akan melakukan
interpretasi atau penafsiran hukum.
Comments
Post a Comment